Dua Matahari
Ketika matahari terbelah menjadi dua, harus ada yang terhebat. Bukan dua cahaya, tapi ada cahaya dan bayangan. Dan untuk menjadi cahaya, tidak harus hebat dan kuat, tapi teranglah seterang-terangnya.
Jam ekskul. Saatnya Diandra bertindak, membimbing teman-temannya untuk mengikuti pendidikan kepramukaan. Dengan segenap jiwa dan sekuat tenaga. Diandra mengumumkan dengan mikrofon. Jika tidak dengan cara itu, tidak ada kesadaran anggota untuk mengikuti pendidikan kepramukaan.
“kegiatan kita hari ini membersihkan sanggar.. jadi kita harus bekerjasama, oke semua!! kita mulai agenda kita ini,” pembukaan Diandra. Diandra mulai bekerja.
“kegiatan kita hari ini membersihkan sanggar.. jadi kita harus bekerjasama, oke semua!! kita mulai agenda kita ini,” pembukaan Diandra. Diandra mulai bekerja.
Sudah setengah barang-barang di sangggar, Diandra yang mengangkatnya ke luar. Anggotanya hanya duduk dan bersenda gurau di luar. Diadra mencoba bertindak tegas pada mereka. Tapi mereka tak menggubrisnya. Seorang gadis biasa datang dan membantu Diandra. Kekesalan, membuat Diandra mengusirnya, bahkan melamparkan barang-barang dan pergi. Gadis itu tetap membersihkan tempat itu. Di titik kelelahannya ia beristirahat sejenak. Mengingat sosok Diandra, ia pergi mencarinya. Didapatinya Diandra sedang menangis, ia membujuknya. Mereka kembali ke sanggar. Sesampainya, sosok senior tengah bertolak pinggang di hadapan mereka. Merekaa dihukum, dijemur di tengah lapangan. Diandra menyuruhnya pergi, tapi gadis itu bersikeras tetap berada di tempat itu.
“ini juga tanggung jawab aku, apapun masalah kamu, kita hadapin sama-sama oke!!” mereka mengaitkan jari kelingking dan terikat janji untuk tetap bersama.
Janji membuat mereka selalu bersama. Menjadi kuat dan hebat. Bersinar terang, menjadikan matahari menjadi dua. Tetapi bagaimanapun juga matahari tetaplah satu. Alpha.. Gadis itu, bersama Diandra duduk di dalam sanggar. Segerombol anak-anak mengagetkan mereka. Seperti provokator membawa satu kampung untuk berdemo. Ya! Memang benar, mereka berdemo. Mereka mengatakan ingin ketegasan dan keadilan. Mencaci maki Diandra. Lalu mengatakan mengundurkan diri dari kegiatan kepramukaaan. Kejadian ini membuat Diandra tersudut. Terlebih nasihat senior-senior yang menusuk. Semua menyudutkannya. Tapi tidak dengan Alpha yang masih berdiri di sampingnya. Melakukan setiap usaha untuk mensukseskan kembali Gerakan Pramuka sekolahnya.
Janji membuat mereka selalu bersama. Menjadi kuat dan hebat. Bersinar terang, menjadikan matahari menjadi dua. Tetapi bagaimanapun juga matahari tetaplah satu. Alpha.. Gadis itu, bersama Diandra duduk di dalam sanggar. Segerombol anak-anak mengagetkan mereka. Seperti provokator membawa satu kampung untuk berdemo. Ya! Memang benar, mereka berdemo. Mereka mengatakan ingin ketegasan dan keadilan. Mencaci maki Diandra. Lalu mengatakan mengundurkan diri dari kegiatan kepramukaaan. Kejadian ini membuat Diandra tersudut. Terlebih nasihat senior-senior yang menusuk. Semua menyudutkannya. Tapi tidak dengan Alpha yang masih berdiri di sampingnya. Melakukan setiap usaha untuk mensukseskan kembali Gerakan Pramuka sekolahnya.
Bantuan dan usaha Alpha membuat Diandra sebagai pemimpin merasakan rasa persahabatan yang begitu setia kawan. Diandra sadar bahwa para Dewan Ambalan lainnya pun mementingkan dirinya sendiri dan menangguhkan semua beban padanya. Tapi, hasutan dan bujuk rayu yang tak tertahankan. Menggoyahkan prinsip Diandra. Kini yang timbul hanya persaingan. Persaingan antara Diandra dan Alpha. Awalnya Alpha tak mengerti dengan sikap Diandra, tapi akhirnya Alpha tahu ini semua bujukan setan-setan itu. Alpha tetap membantu Diandra tanpa rasa persaingan. Hingga usaha pun berhasil. Alpha berhasil mendapatkan kembali anggota. Membuat kecemburuan di hati Diandra. Diandra semakin iri. Terlebih lagi senior yang menginginka Alpha menjadi pemimpin. Ini membuat persahabatan menjadi permusuhan.
Hasutan demi hasutan menjadi beban pikiran Diandra. Semua omongan mereka tentang Alpha yang dapat merebut jabatan kepemimpinannya. Kebencian semakin dalam, Diandra bahkan tak berkata satu kata pun pada Alpha. Ini menjadi keanehan bagi Alpha. Alpha mencoba mengembalikan persahabatannya. Cara satu, dua, tiga sudah ia pakai, tapi hati Diandra tetap beku. Cara keempat sampai cara kelima. Alpha mengungkapkan semua kejujuran tentangnya. Bahkan Alpha mengungkapkan jika ia tak ingin jadi pemimpin.
“maaf, di.. gue salah, mungkin lo berpikir gue pantas, gue lebih baik. Bahkan itu impian senior, tapi lo tetap, lo tetap terbaik, sehebat apapun matahari, jika ada dua tetap aja hanya satu yang utama dan itu lo. Siapapun dan apapun gue hanyalah bayangan lo! Gua gak akan pernah ambil posisi lo, karena itu milik sahabat gue, itu lo!!” katanya. Diandra luluh. Sejenak ia berpikir dan merenung berbagai salah dan kesalahannya dan Alpha. Ia sadar bahwa semua adalah keegoisan.
“maaf, di.. gue salah, mungkin lo berpikir gue pantas, gue lebih baik. Bahkan itu impian senior, tapi lo tetap, lo tetap terbaik, sehebat apapun matahari, jika ada dua tetap aja hanya satu yang utama dan itu lo. Siapapun dan apapun gue hanyalah bayangan lo! Gua gak akan pernah ambil posisi lo, karena itu milik sahabat gue, itu lo!!” katanya. Diandra luluh. Sejenak ia berpikir dan merenung berbagai salah dan kesalahannya dan Alpha. Ia sadar bahwa semua adalah keegoisan.
Tak lama Diandra menghampiri Alpha yang sudah di gerbang sekolah. Ia memanggilanya dan Alpha menghentikan langkahnya. Mereka berbincang, hingga akhirnya kata maaf terlontar dari mulut mereka. Mengingat janji suci yang sudah diucapkan. Mereka mengaitkan jari kelingking. Jam ekskul. Saatnya Diandra dan Alpha membimbing teman-teman mengikuti pendidikan kepramukaan. Kali ini Diandra dan Alpha, ya! Diandra tak egois lagi, ia menganggap Alpha adalah wakilnya. Lagi pula Alpha memiliki potensi kepemimpinan yang terpendam. Ekskul berjalan lancar hingga saatnya pulang.
Diandra dan Alpha berjalan bersama. Menyusuri jalan menuju rumah. Sebelumnya, mereka mampir di tempat biasa mereka bermain. Di sebuah tempat rekreasi, bermain sambil makan es krim. Mereka bercanda ria dan kembali seperti dulu. Di antara dua matahari, hanya satu yang hebat. Walau terang cahaya tak tampak, bayanganlah yang tampak. Hanya di malam cahaya tampak, tapi bayangan hilang. Tapi ingatlah tanpa cahaya semua tak akan terang. Cahaya yang paling bersinar. Tak harus menjadi utama. Tak selalu juara. Tapi cahaya selalu terang. Menandakan ia tak hilang, ia tak kalah, tapi ia berusaha menjadi yang terbaik.
This is “two sun,”
This is “two sun,”